Rabu, 22 Desember 2010

Asuhan Keperawatan Bronkiektasis

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN BRONKIEKTASIS


KONSEP DASAR
A. Pengertian.
 Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muscular dinding bronkus ( Soeparman & Sarwono, 1990)
 Bronkiektasis berarti suatu dilatasi yang tak dapat pulih lagi dari bronchial yang disebabkan oleh episode pnemonitis berulang dan memanjang,aspirasi benda asing, atau massa ( mis. Neoplasma) yang menghambat lumen bronchial dengan obstruksi ( Hudak & Gallo,1997).
 Bronkiektasis adalah dilatasi permanen abnormal dari salah satu atau lebih cabang-vabang bronkus yang besar ( Barbara E, 1998).

B. Klasifikasi
Berdasarkan atas bronkografi dan patologi bronkiektasis dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Bronkiektasis silindris
2. Bronkiektasis fusiform
3. Bronkiektasis kistik atau sakular.

C. Etiologi
1. Infeksi
2. Kelainan heriditer atau kelainan konginetal
3. Faktor mekanis yang mempermudah timbulnya infeksi
4. Sering penderita mempunyai riwayat pneumoni sebagai komplikasi campak, batuk rejan, atau penyakit menular lainnya semasa kanak-kanak.

D. Patofiologi
Bronkiektasis

Kekurangan Mekanisme Kelainan struktur konginetal Penyakit paru primer
Pertahanan yang didapat/ (fibrosis kistik,sindroma kar- (tomur paru, benda –
Konginetal (Ig gama tagener,kurangnya kartilago asing, Tb paru
Antitripin alfa 1 ) bronkus )

Pnemoni berulang Terkumpulnya secret Obstruksi sal.nafas

Kerusakan permanen Kuman berkembang dan Atelektasis,penyerap-
pada dinding bronkus infeksi bakteri pada din- an udara di perenchim
ding bronkus dan sekitarnya tersumbat

Kerusakan pada jaringan otot Tek. Intra pleura lebih
dan elastin negatif dari tek atmosfir

Kerusakan bronkus yang menetap Bronkus dilatasi

Ketidak efektifan batuk kemampuan bronkus untuk kontraksi pengumpulan secret,infeksi
berkurang dan selama ekspirasi sekunder dan terjadi sirku-
menghilang. lus.

Inhalasi uap dan gas,aspirasi
Cairan lambung
Kemampuan mengeluarkan Mudah terjadi infeksi
Bagian Paru /lobus medium kanan sektrek menurun
Ligna lobus atas kiri,segmen basal
Kedua lobus bawah Bronkiektasis yang menetap


E. Gambaran Klinis
Bronkiektasis merupakan penyakit yang sering dijumpai pada usia muda, 69 % penderita berumur kurang dari 20 tahun. Gejala dimulai sejak masa kanak-kanak, 60 % dari penderita gejalanya timbul sejak umur kurang dari 10 tahun. Gejalanya tergantung dari luas, berat, lokasi ada atau tidaknya komplikasi.

F. Tanda dan Gejala
1. Batuk yang menahun dengan sputum yang banyak terutama pada pagi hari,setelah tiduran dan berbaring.
2. Batuk dengan sputum menyertai batuk pilek selama 1-2 minggu atau tidak ada gejala sama sekali ( Bronkiektasis ringan )
3. Batuk yang terus menerus dengan sputum yang banyak kurang lebih 200 - 300 cc, disertai demam, tidak ada nafsu makan, penurunan berat badan, anemia, nyeri pleura, dan lemah badan kadang-kadang sesak nafas dan sianosis, sputum sering mengandung bercak darah,dan batuk darah.
4. Ditemukan jari-jari tabuh pada 30-50 % kasus.

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemerisaan Laboratorium.
 Pemeriksaan sputum meliputi Volume sputum, warna sputum, sel-sel dan bakteri dalam sputum.
Bila terdapat infeksi volume sputum akan meningkat, dan menjadi purulen dan mengandung lebih banyak leukosit dan bakteri. Biakan sputum dapat menghasilkan flora normal dari nasofaring, streptokokus pneumoniae, hemofilus influenza, stapilokokus aereus,klebsiela, aerobakter,proteus, pseudomonas aeroginosa. Apabila ditemukan sputum berbau busuk menunjukkan adanya infeksi kuman anaerob.
 Pemeriksaan darah tepi.
Biasanya ditemukan dalam batas normal. Kadang ditemukan adanya leukositosis menunjukkan adanya supurasi yang aktif dan anemia menunjukkan adanya infeksi yang menahun.
 Pemeriksaan urina
Ditemukan dalam batas normal, kadang ditemukan adanya proteinuria yang bermakna yang disebabkan oleh amiloidosis, Namun Imunoglobulin serum biasanya dalam batas normal Kadan bisa meningkat atau menurun.
 Pemeriksaan EKG
EKG biasa dalam batas normal kecuali pada kasus lanjut yang sudah ada komplikasi korpulmonal atau tanda pendorongan jantung. Spirometri pada kasus ringan mungkin normal tetapi pada kasus berat ada kelainan obstruksi dengan penurunan volume ekspirasi paksa 1 menit atau penurunan kapasitas vital, biasanya disertai insufisiensi pernafasan yang dapat mengakibatkan :
 Ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
 Kenaikan perbedaan tekanan PO2 alveoli-arteri
 Hipoksemia
 Hiperkapnia
 Pemeriksaan tambahan untuk mengetahui faktor predisposisi dilakukan pemerisaan :
o Pemeriksaan imunologi
o Pemeriksaan spermatozoa
o Biopsi bronkus dan mukosa nasal( bronkopulmonal berulang).

2. Pemeriksaan Radiologi.
• Foto dada PA dan Lateral
Biasanya ditemukan corakan paru menjadi lebih kasar dan batas-batas corakan menjadi kabur, mengelompok,kadang-kadang ada gambaran sarang tawon serta gambaran kistik dan batas-batas permukaan udara cairan. Paling banyak mengenai lobus paru kiri, karena mempunyai diameter yang lebih kecil kanan dan letaknya menyilang mediastinum,segmen lingual lobus atas kiri dan lobus medius paru kanan.
• Pemeriksaan bronkografi
Bronkografi tidak rutin dikerjakan namun bila ada indikasi dimana untuk mengevaluasi penderita yang akan dioperasi yaitu pendereita dengan pneumoni yang terbatas pada suatu tempat dan berulang yang tidak menunjukkan perbaikan klinis setelah mendapat pengobatan konservatif atau penderita dengan hemoptisis yang masif.
Bronkografi dilakukan sertalah keadaan stabil,setalah pemberian antibiotik dan postural drainage yang adekuat sehingga bronkus bersih dari sekret..

H. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah memperbaiki drainage sekret dan mengobati infeksi.
Penatalaksanaan meliputi :
• Pemberian antibiotik dengan spekrum luas ( Ampisillin,Kotrimoksasol, atau amoksisilin ) selama 5- 7 hari pemberian
• Drainage postural dan latihan fisioterapi untuk pernafasan.serta batuk yang efektif untuk mengeluarkan sekret secara maksimal
Pada saat dilakukan drainage perlu diberikan bronkodilator untuk mencegah bronkospasme dan memperbaiki drainage sekret. Serta dilakukan hidrasi yang adekuat untuk mencegah sekret menjadi kental dan dilengkapi dengan alat pelembab serta nebulizer untuk melembabkan sekret.

ASUHAN KEPERAWATAN.

A. Pengkajian data dasar
1. Riwayat atau adeanya faktor-faktor penunjang
• Merokok produk tembakau sebagai factor penyebab utama
• Tinggal atau bekerja daerah dengan polusi udara berat
• Riwayat alergi pada keluarga
• Ada riwayat asam pada masa anak-anak
2. Riwayat atau adanya faktor-faktor pencetus eksaserbasi seperti :
• Allergen ( serbuk, debu, kulit, serbuk sari atau jamur)
• Sress emosional
• Aktivitas fisik yang berlebihan
• Polusi udara
• Infeksi saluran nafas
• Kegagalan program pengobatan yang dianjurkan
3. Pemeriksaan fisik berdasarkan focus pada system pernafasan yang meliputi :
 Kaji frekuensi dan irama pernafasan
 Inpeksi warna kulit dan warna menbran mukosa
 Auskultasi bunyi nafas
 Pastikan bila pasien menggunakan otot-otot aksesori bila bernafas :
 Mengangkat bahu pada saat bernafas
 Retraksi otot-otot abdomen pada saat bernafas
 Pernafasan cuping hidung
 Kaji bila ekspansi dada simetris atau asimetris
 Kaji bila nyeri dada pada pernafasan
 Kaji batuk (apakah produktif atau nonproduktif). Bila produktif tentukan warna sputum.
 Tentukan bila pasien mengalami dispneu atau orthopneu
 Kaji tingkat kesadaran.
4. Pemeriksaan diagnostik meliputi :
 Gas darah arteri (GDA) menunjukkan PaO2 rendah dan PaCO2 tinggi
 Sinar X dada memunjukkan peningkatan kapasitas paru dan volume cadangan
 Klutur sputum positif bila ada infeksi
 Esei imunoglobolin menunjukkan adanya peningkatan IgE serum
 Tes fungsi paru untuk mengetahui penyebab dispneu dan menentukan apakah fungsi abnormal paru ( obstruksi atau restriksi).
 Tes hemoglobolin.
 EKG ( peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF dan aksis vertikal.
5. Kaji persepsi diri pasien
6. Kaji berat badan dan masukan rata-rata cairan dan diet.

B. Diagnosa keperawatan
1. Tak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret atau sekresi kental
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan kerusakan alveoli
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah,produksi sputum, dispneu
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan proses penyakit kronis, malnutrisi.
5. Ansietas berhubungan dengan takut kesulitan bernafas selama fase eksaserbasi, kurang pengetahuan tentang pengobatan yang akan dilaksanakan
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan pertukaran gas

C. Intervensi.
1. Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret, sekret kental.
Tujuan :
Mempertahakan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas.
Kriteria hasil :
Menujukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas( batuk yang efektif, dan mengeluarkan secret.
Rencana Tindakan :
1. Kaji /pantau frekuensi pernafasan.Catat rasio inspirasi dan ekspirasi
R/ Tachipneu biasanya ada pada beberapa derajat dapat ditemukan pada penerimaan atau selam stress/ proses infeksi akut. Pernafasan melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas
R/ Derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat /tak dimanisfestasikan adanya bunyi nafas.
3. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman,Tinggi kepala tempat tidur dan duduk pada sandaran tempat tidur
R/ Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan mempergunakan gravitasi. Dan mempermudah untuk bernafas serta membantu menurunkan kelemahan otot-otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
4. Bantu latihan nafas abdomen atau bibir
R/ Untuk mengatasi dan mengontrol dispneu dan menurunkan jebakan udara
5. Observasi karakteriktik batuk dan Bantu tindakan untuk efektifan upaya batuk
R/ Mengetahui keefktifan batuk
6. Tingkatan masukan cairan samapi 3000ml/hari sesuai toleransi jantung serta berikan hangat dan masukan cairan antara sebagai penganti makan
R/ Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret,mempermudah pengeluaran.cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan antara makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekana diafragma.
7. Berikan obat sesuai indikasi
R/ Mempercepat proses penyembuhan.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan kerusakan alveoli.

Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
Kriteria :
GDA dalam batas normal, warna kulit membaik, frekuensi nafas 12- 24x/mt,bunyi nafas bersih, tidak ada batuk,frekuensi nadi 60-100x/mt,tidak dispneu.
Rencana Tindakan :
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan serta catat penggunaan otot aksesori
R/ untuk mengevaluasi derajat distress pernafsan/ kronisnya suatu penyakit.
2. Tingikan kepala tempat tidur dan Bantu untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas .Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa
R/ Suplai oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas.
3. Dorong untuk pengeluaran sputum/ penghisapan bila ada indikasi
R/ Sputum menganggu proses pertukaran gas serta penghisapan dilakukan bila batuk tidak efektif.
4. Awasi tingkat kesadaran / status mental
R/ Manisfestasi umum dari hipoksia
5. Awasi tanda vital dan status jantung
R/ Perubahan tekanan darah menunjukkan efek hipoksia sistemik pada fungsi jantung
6. Berikan oksigen tambahan dan pertahankan ventilasi mekanik dan Bantu intubasi
R/ Dapat memperbaiki atau mencegah terjadinya hipoksia dan kegagalan nafas serta tindakan untuk penyelamatan hidup.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah,produksi sputum, dispneu
Tujuan : Peningkatan dalam status nutrisi dan berta badan pasien

Kriteria hasil :
Pasien tidak mengalami kehilangan berat badan lebih lanjut atau mempertahankan berat badan.

Rencana tindakan :
1. Pantau masukan dan keluaran tiap 8 jam, jumlah makanan yang dikonsumsi serta timbang berta badan tiap minggu.
R/ Untuk mengidentifikasi adanya kemajuan atau penyimpangan dari yang diharapkan
2. Ciptakan suasana yang menyenangkan ,lingkungan yang bebas dari bau selama waktu makan
R/ suasana dan lingkungan yang tak sedap selama waktu makan dapat meyebakan anoreksia
3. Rujuk pasien ke ahli diet untuk memantau merencanakan makanan yang akan dikonsumsi
R/ Dapat membantu pasien dalam merencanakan makan dengan gisi yang sesuai.
4. Dorong klien untuk minum minimal 3 liter cairan perhari, jika tidak mendapat infus.
R/ untuk mengatasi dehidrasi pada pasien

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan proses penyakit kronis, malnutrisi.

Tujuan : Tidak terjadi/ adanya gejala –gejala infeksi

Kriteria hasil :
Tidak terjadi infeksi suhu tbuh berkisar 36-37 0c,Sel darah putih 5000-10000/mm.batuk produktif tidak ada.

Rencana intervensi :
1. Pantau suhu pasien tiap 4 jam, hasil kultur sputum dan hasil pemeriksaan leokusit serta warna dan konsistensi sputum
R/ Untuk mengidentifikasi kemajuan yang dapat dicapai dan penyimpangan dari sasaran yang diharapkan ( infeksi yang mungkin terjadi ).
2. Lakukan pemeriksaan sputum untuk pemeriksaan kultur.
R/Dapat membantu menegakkan diagnosa infeksi saluran nafas dan mengidentifikasi kuman penyebabnya.
3. Berikan nutrisi yan adekuat
R/ malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahan terhadap infeksi.
4. Berikan antibiotik sesuai anjuran dan evaluasi keefektifannya
R/ Sebagai pencegahan dan pengobatan infeksi dan mempercepat proses penyembuhan.




5. Ansietas berhubungan dengan takut kesulitan bernafas selama fase eksaserbasi, kurang pengetahuan tentang pengobatan yang akan dilaksanakan.

Tujuan : Hilangnya ansietas

Kriteria hasil : Ekspresi wajah rileks, frekuensi nafas antara 12-24 x/mt,frekuensi nadi 60-100x/mt.

Intervensi Keperawatan :
1. Selama periode distress pernafasan akut :
 Batasi jumlah dan frekuensi pengunjung
 Mulai berikan oksigen lewat kanula sebanyak 2 ltr/mt
 Demontrasikan untuk kontrol pernafasan
 Ijinkan seseorang untuk menemani pasien
 Pertahankan posisi fowler dengan posisi lengan menopang
R/ Membantu pasien untuk mengontrol keadaannya dengan meningkatkan relaksasi dan meningkatkan jumlah udara yang masuk paru-paru
2. Hindari pemberian informasi dan instruksi yang bertele-tele/sederhana mungkin ketika pasien mengalami distress dan lakukan pendekatan dengan pasien secara tenang dan menyakinkan.
R/ Pasien dapat menerima sedikit informasi dalam keadaan gelisah dan terlalu banyak informasi dapat meningkatkan ansietas dan memberitauhkan apa yang diharpkan makakan dapat membantu penurunan ansietas.
3. Gunakan obat sedatif sesui dengan yang diresepkan.
R/ Obat penenang dapat mengontrol tingkat ansietasnya.


6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan pertukaran gas
Tujuan :Klien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas
Kriteria hasil :
Menurunnya keluhan tentang napas pendek dan lemah dalam melaksanakan aktivitas
Rencana Tindakan
1. Pantau nadi dan frekuensi nafas sebelum dan sesudah aktivitas
R/ Mengidentifikasi kemabali penyimpangan tujuan yang diharapkan
2. Berikan bantuan dalam melaksanakan aktivitas sesuai yang diperlukan dan dilakukan secara bertahap
R/ Dapat mengurangi pengunaan energi yang berlebihan
3. Anjurkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dengan makanan yang mudah dikunyah.
R/ Makanan dalam porsi besar sasah dikunyah dan memerlukan banyak energi


DAFTAR PUSTAKA :

Soeparman & Sarwono W, (1998), Ilmu penyakit dalam Jilid II Balai Penerbit FKUI, Jakarta

Barbara E.,(1999), Rencana Asuhan keperawatan Medikal- Bedah Volume I, EGC, Jakarta

Barbara E.,(1999), Rencana Asuhan keperawatan Medikal- Bedah Volume III, EGC, Jakarta

Barbara C. long,( 1996), Perawatan Medikal Bedah : suatu pendekatan proses keperawatan, Alih bahasa Yayasan ikatan alumni pendidikan keperawatan bandung,Yayasan IAPK, Bandung

Hudak & Gallo, ( 1997), Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, EGC, Jakarta

Marylin E doengoes. (2000). Rencana Asuhan keperawatan Pedoman untuk Perencnaan /pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC.Jakarta.

Asuhan Keperawatan Benigna Prostat Hiperplasia

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA


A. Pengertian
Benigna prostat hipertrofi adalah pembesaran progresif pada kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih dari 50 tahun) yang menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius. (Doengoes, 2000: 67)
Benigna prostat hipertrofi adalah pembesaran adenomateus dari kelenjar prostat (Barbara C Long, 1996)
Benigna prostat hipertrofi adalah pembentukan jaringan prostat yang berlebihan karena jumlah sel bertambah, tetapi tidak ganas (Depkes 1999, hal 108)
Benigna prostat hipertrofi adalah hiperflasi peri uretral yang merusak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah (Syamsuhidayat, Jong. 1997: 1058)
B. Etiologi
Penyebab BPH belum jelas namun terdapat faktor resiko umur dan hormon enstrogen (Mansjoer, 2000 hal 329)
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperflasia prostat tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperflasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar Dehidrotesteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperflasia prostat adalah:
1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut
2. Peranan dari growth factor sebagai pemicu pertumbuhan stoma kelenjar prostat
3. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati
4. Teori sel stem menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem sehingga menebabkan menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi kelenjar prostat menjadi berlebihan (poenomo, 2000, hal 74-75)
Penyebab BPH tidak diketahui, tapi tampaknya terdapat kaitan dengan perubahan derajat hormon yang dialami dalam proses lansia. (Barbara C Long, 1999: 32)
C. PATOFISIOLOGI
BPH sering terjadi pada pria yang berusia 50 tahun lebih, tetpai perubahan mikroskopis pada prostat sudah dapat ditemukan pada usia 30-40 tahun. Penyakit ini dirasakan tanpa ada gejala. Beberapa pendapat mengatakan bahwa penyebab BPH ada keterkaitan dengan adanya hormon, ada juga yang mengatakan berkaitan dengan tumor, penyumbatan arteri, radang, gangguan metabolik/ gangguan gizi. Hormonal yang diduga dapat menyebabkan BPH adalah karena tidak adanya keseimbangan antara produksi estrogen dan testosteron. Pada produksi testosteron menurun dan estrogen meningkat. Penurunan hormon testosteron dipengaruhi oleh diet yang dikonsumsi oleh seseorang. Mempengaruhi RNA dalam inti sel sehingga terjadi proliferasi sel prostat yang mengakibatkan hipertrofi kelenjar prostat maka terjadi obstruksi pada saluran kemih yang bermuara di kandung kemih. Untuk mengatasi hal tersebut maka tubuh mengadakan oramegantisme yaitu kompensasi dan dekompensasi otot-otot destruktor. Kompensasi otot-otot mengakibatkan spasme otot spincter kompensasi otot-otot destruktor juga dapat menyebabkan penebalan pada dinding vesika urinaria dalam waktu yang lama dan mudah menimbulkan infeksi.
Dekompensasi otot destruktor menyebabkan retensi urine sehingga tekanan vesika urinaria meningkat dan aliran urine yang seharusnya mengalir ke vesika urinaria mengalami selek ke ginjal. Di ginjal yang refluks kembali menyebabkan dilatasi ureter dan batu ginjal, hal ini dapat menyebabkan pyclonefritis. Apabila telah terjadi retensi urine dan hidronefritis maka dibutuhkan tindakan pembedahan insisi. Pada umumnya penderita BPH akan menderita defisit cairan akibat irigasi yang digunakan alat invasif sehingga pemenuhan kebutuhan ADC bagi penderita juga dirasakan adanya penegangan yang menimbulkan nyeri luka post operasi pembedahan dapat terjadi infeksi dan peradangan yang menimbulkan disfungsi seksual apabilla tidak dilakukan perawatan dengan menggunakan teknik septik dan aseptik.




D. PATHWAYS KEPERAWATAN
Perubahan Usia

Perubahan kesimbangan estrogen dan Progesteron

Testosteron menurun

Estrogen meningkat

Perubahan patologik anatomik

BPH

Retensi pada leher buli-buli dan prostat meningkat

Obstruksi saluran kemih yang bermuara di VU


Kompensasi otot detruktor Dekompensasi otot detruktor

Spasme otot sfinkter Penebalan dinding VU Retensi Urine

Nyeri suprapublik Kontraksi otot Aliran urine ke ginjal
(refluks VU)
Gg. Rasa nyaman nyeri Kesulitan berkemih
Tekanan ureter ke ginjal
Resiko infeksi
Kerusakan fungsi ginjal
Insisi prostat


Perdarahan Perubahan Eliminasi Resiko Resiko
Berkemih Infeksi disfungsi seksual


Keseimbangan Peregangan
Cairan terganggu
Spasme otot VU

Resiko kekurangan Nyeri(akut)
Volume cairan

(Mansjoer Arief, 2000, Long BC, 1996. Doengoes, 2000)


E. Manifestasi Klinikl
Gejala-gejala pembesaran prostat jinak dikenal sebagai lower urinary Tract Symtoms (LUTS) dibedakan menjadi gejala iritatif dan gejala obstruktif.
1. Gejala iritatif
Yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang mendesak (urgensi), nyeri pada saat miksi (disuria)
2. Gejala Obstruktif
Yaitu pancaran melemah, rasa tidak lampias sehabis miksi, kalau mau miksi menunggu lama (hesistensi), harus mengejan (straining) kencing terputus-putus (intermittency) dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan inkontinensia karena overlow.
Tanda dan gejala pada pasien yang telah lanjut penyakitnya yaitu gagal ginjal, peningkatan tekanandarah denyut nadi, respirasi. Tanda dan gejala dapat dilihat dari stadiumnya
a. Stadium I
Ada obstruksi tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai habis
b. Stadium II
Ada retensi urine tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine walaupun tidak sampai habis, masih tersisi 50-150 cc
Ada rasa tidak enak pada waktu BAK (disuria)
Nokturia
c. Stadium III
Urine selalu tersisa 150 cc atau lebih
d. Stadium IV
Retensi Urine total buli-buli penuh, pasien kesakitan, urine menetes secar periodik. (Depkes, 1996, hal 109)
Untuk mengukur besarnya BPH dapat dipakai berbagai pengukuran, yaitu:
a. Rectal Grading
Dengan rectal toucher diperkirakan seberapa prostat menonjol ke dalam lumen dari rectum. Rectal toucher sebaiknya dilakukan dengan buli-buli kosong karena bila penuh dapat membuat kesalahan. Gradasi ini sebagai berikut:
0-1 cm . . . . . . . grade 0
1-2 cm . . . . . . . grade 1
2-3 cm . . . . . . . grade 2
3-4 cm . . . . . . . grade 3
>4 cm . . . . . . . grade 4
b. Clinical Granding
Pada pengukuran ini yang menjadi patokan adalah banyaknya usia Urine
Sisa urine 0 cc . . . . . . . . . . . . . . . normal
Sisa urine 0-50 cc . . . . . . . . . . . . . . . grade 1
Sisa urine 50-150 cc . . . . . . . . . . . . . . . grade 2
Sisa urine >150 cc . . . . . . . . . . . . . . . grade 3
Sama sekali tidak bisa kencing . . . . . . . grade 4
F. Komplikasi
Apabila buli-buli menjadi dekompensasi akan terjadi retensi urine karena produksi terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urine sehingga tekanan intravisiko meningkat dapat menimbulkan hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal tercepat terjadi jika infeksi karena selalu terdapat sisa urine dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli. Batu ini dapat menambah keluahan iritasi dan menimbulkan hematuria serta dapat juga menimbulkan sistitis dan bila terjadi reflek dapat terjadi pyelonefritis. Pada waktu miksi pasien harus mengejan sehingga lama kelamaan dapat menyebabkan hernia atau hemoroid.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Analisis Urine pemeriksaan mikroskopis urine untuk melihat adanya lekosit, bakteri dan infeksi
Elektrolit, kadar ureum, kreatinin darah untuk fungsi ginjal dan status metabolik
Pemeriksaan PSA (Prostat Spesifik Antigen) dilakukan sebagai dasar penentuan paknya biopsi atau sebagai deteksi dari keganasan
Darah lengkap
Leukosit
Blooding time
Liver fungsi
2. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos abdomen
Prelograf intravena
USG
Sistoskopi
H. Penatalaksanaan
a. Observasi
b. Terapi medika mentosa (penghambat Adrenergik λ, penghambat enzim 5-λ-reduktase, fisioterapi)
c. Terapi bedah dan terapi infasiv
(Mansjoer Arif, 2000: 333)
I. Fokus Keperawatan
1. Pengkajian
a. Sirkulasi
Tanda: peningkatan tekanan darah (efek pembesaran ginjal)
b. Eliminasi
Gejala: penurunan kekuatan/ dorongan aliran urine, tetesan, keraguan-raguan pada berkemih awal.
Penurunan kekuatan/ dorongan aliran urine, tetesan
Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap
Dorongan dan frekuensi berkemih
Nokturia, disuria, hematuria
ISK berulang, riwayat batu (status urinaria)
Konstipasi
Tanda: massa: Padat di bawah abdomen (distensi kandung kemih) nyeri tekan kandung kemih, hernia inguinalis, hemoroid (mengakibatkan peningkatan tekanan abdominal yang memerlukan pengosongan kandung kemih.
c. Makanan/ cairan
Gejala: Anoreksia, mual, muntah, penurunan BB.
d. Nyeri/ kenyamanan
Gejala: Nyeri suprapubis, panggul, atau punggung, tajam, kuat (pada prostatisis akut)
e. Keamanan
Gejala: demam
f. Seksualitas,
Gejala: masalah tentang efek kondisi/ terapi pada kemampuan seksualitas. Takut incontinensia/ menetap selama hubungan ejakulasi.
Tanda: Pembesaran, nyeri tekan prostat
g. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala: Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal.
Penggunaan antihipertensi atau antidepresan, antibiotik urinari atau agen biotik, obat yang dijual bebas untuk flu/ alergi obat mengandung simpatometrik.
Pertimbangan: DRG menunjukkan merata selama dirawat di RS 22 hari.
Rencana pemulangan: memerlukan bantuan dengan management terapi. Contoh: kateter.
2. Fokus Intervensi
a. Retensi urine (akut/ kronik) berhubungan dengan obstruksi mekanik pembesaran prostat, dekompensasi otot destruktor ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.
Kriteria hasil:
Berkemih dengan jumlah yang cukup, tidak teraba distensi kandung kemih
Menunjukkan risedu pasca berkemih kurang dari 50 cc dengan tidak adanya tetesan atau kelebihan aliran
Intervensi:
Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan
Rasional: meminimalkan retensi urine, distensi berlebihan pada kandung kemih
Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan
Rasional: Berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi
Awasi dan catat waktu serta jumlah tiap berkemih
Rasional: Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal
Palpasi atau perkusi area suprapubic
Rasional: Distensi kandung kemih dapat dirasakan di area suprapubic
Awasi TTV dengan ketat, observasi hipertensi, edema perifer, timbang tiap hari, pertahankan pemasukan dan pengeluaran yang akurat
Rasional: kehilangan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eliminasi cairan dan akumulasi sisa toksik, dapat berlanjut ke penurunan ginjal total
Beri/dorong kateter lain dan perawtan perineal
Rasional: Menurunkan resiko infeksi
Dorong masukan cairan sampai 300 ml sehari dalam toleransi jantung bila diindikasikan
Rasional: Peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan kandung kemih dan pertumbuhan bakteri
b. Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung kemih.
Kriteria hasil:
Pasien mengatakan nyeri hilang atau terkontrol
Pasien tampak rileks
Pasien mampu untuk tidur atau istirahat dengan tenang
Intervensi
Kaji nyeri, pertahatikan lokasi, intensitas (skala 0-10), lamanya.
Rasional: memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan atau keefektifan intervensi
Plester selang drainase pada paha dan kateter abdomen
Rasional: Mencegah penarikan kandung kemih dan erosi pertemuan penis skrotal
Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
Rasional: Tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi akut namun ambulasi dini dapat memperbaiki palo berkemih normal dan menghilangkan nyeri kolik
Beri tindakan kenyamanan, misal: membantu pasien melakukan posisi yang nyaman, latihan nafas dalam
Rasional: Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dapat meningkatkan kemampuan koping
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresia dan drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis.
Kriteria hasil:
Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisian kapiler baik dan membran mukosa lembab
Intervensi:
Awasi keluaran dengan hati-hati, tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-200 ml/jam
Rasional: Deuresis cepat dapat menyebabkan kekurangan volume total cairan, karena ketidakcukupan jumlah natrium diabsorbsi dalam tubulus ginjal
Dorong peningkatan pemasukan oral berdasrkan kebutuhan individu
Rasional: Pasien dibatasi pemasukan oral dalam upaya mengontrol gejala urinaria, homeostatik pengurangan cadangan dan peningkatan resiko dehidrasi atau hipovolemia
Awasi TD, nadi dengan sering. Evaluasi pengisian kapiler dan membran mukosa oral
Rasional: Memampukan deteksi dini/ intervensi hipovolemik, sistemik
Tingkatkan tirah baring dengan kepala tinggi
Rasional: Menurunkan kerja jantung, memudahkan homeostatis sirkulasi.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito Linda Juan. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. EGC: Jakarta.
Doengoes E Marilyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawtan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC: Jakarta.
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. EGC: Jakarta.
Syamsuhidayat, R. 1997. Keperawtan medikal Bedah. EGC: Jakarta.

Asuhan Keperawatan Tumor Otak Space Occupying Lession

ASUHAN KEPERAWATAN TUMOR OTAK
SPACE OCCUPYING LESSION / SOL


A. Pengertian
Tumor otak merupakan sebuah lesi yang terletak pada infrakranial yang menempati ruang di dalam tengkorak (Smeltzer & Brenda, 2001).
Tumor otak merupakan lesi destruktif pada CNS Tappa. Penanganan akan menjadi fatal benigna / maligna, di dalam bagian / luar otak, invasif / noninvasive, pertumbuhan lambat/cepat (Black & Matussarin, 1997).
Neoplasma /tumor adalah kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh secara terus menerus secara tidak terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan sekitar dan tidak berguna bagi tubuh (Tim FKUI, 1996).
Tumor otak diklasifikasikan menjadi :
1. Tumor yang berkembang di dalam atau di atas saraf kranial
Ex. : neuroma akustik
2. Tumor yang muncul dari pembungkus otak (meningen)
Ex. : meningioma
3. Tumor yang berasal dari jaringan otak
Ex. : glioma
4. Lesi metastatik yang berasal dari bagian tubuh lainnya

Berdasarkan jenis tumor dapat dibedakan menjadi :
1. Jinak (benigna)
Ex. : acoustic neuroma, meningioma, pituitang edenoma, astrocitoma (tingkat I)
2. Ganas (maligna)
Ex. : astro cytoma, oligodeudioglioma, apendyoma (tingkat 2, 3, 4)
Berdasarkan lokasinya, tumor dibedakan menjadi:
1. Tumor intra dural
a. Tumor intra kranial extra cerebral
Ex.: neuroma, tumor hypofise, meningioma.
b. Tumor infrakranial intra cerebral
Ex. : glioma, astrocytoma, dan ganglioma
2. Tumor ekstra dural
Merupakan metastase dari lesi primer, biasanya pada payudara, paru, ginjal dan lambung.

B. Etiologi
Gejala terjadinya spesifik sesuai dengan gangguan daerah otak yang terkena. Menyebutkan tanda-tanda yang ditunjukkan lokal, seperti pada ketidaknormalan sensori dan motorik. Perubahan pengelihatan dan kejang karena fungsi dari bagian-bagian berbeda-beda dan otak. Lokasi tumor dapat ditentukan pada bagiannya dengan mengidentifikasi fungsi yang dipengaruhi oleh adanya tumor.
1. Tumor lobus frontal
Sering menyebabkan gangguan kepribadian, perubahan status emosional dan tingkah laku dan disintegrasi perilaku mental. Pasien sering menjadi ekstrim yang tidak teratur dan kurang merawat diri dan menggunakan bahasa cabul.
2. Tumor cerebellum (atur sikap badan / aktifitas otak dan keseimbangan)
Mengatakan pusing, ataksia (kehilangan keseimbangan / berjalan yang sempoyongan dengan kencenderungan jatuh, otot tidak terkoordinasi dan nigtatius (gerakan mata berirama tidak sengaja) biasanya menunjukkan gerak horizontal.
3. Tumor korteks motorik
Menimbulkan manifestasi gerakan seperti epilepsy, kejang jarksonian dimana kejang terletak pada satu sisi.
4. Tumor lobus frontal
Sering menyebabkan gangguan kepribadian, perubahan status emosional dan tingkah laku dan distulegrasi perilaku mental. Pasien sering menjadi ekstrim yang tidak teratur dan kurang merawat diri dan menggunakan bahasa cabul.
5. Tumor intra cranial
Dapat menghasilkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan fungsi bicara dan gangguan gaya berjalan, terutama pada pasien lansia. Tipe tumor yang paling sering adalah meningioma, glioblastana (tumor otak yang sangat maligna) dan metastase serebral dari bagian luar.
6. Tumor sudut cerebelopointin
Biasanya diawali pada jaring saraf akustik dan memberi rangkaian gejala yang timbul dengan semua karakteristik gejala pada tumor otak.
Gejala pertama
- Tinitus dan kelihatan vertigo, segera ikuti perkembangan saraf-saraf yang mengarah terjadinya tuli (gangguan fungsi saraf cranial ke VIII / vestibulochorlearis / oktavus)
- Kesemutan dan rasa gatal-gatal pada wajah dan lidah (berhubungan dengan cranial ke V/trigemirus)
- Terjadi kelemahan atau paralisis (keterbatasan saraf cranial ke VII / fecialis)
- Pembesaran tumor menekan serebelum, mungkin ada abnormalitas pada fungsi motorik (aktivitas otot, sikap badan dan keseimbangan)

C. PATOFISIOLOGI
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis, gejala-gejala terjadi berurutan. Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan. Gejala neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh 2 faktor gangguan fokal, disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial.
Gangguan fokal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi/ invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Tentunya disfungsi yang paling besar terjadi pada tumor yang tumbuh paling cepat.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang bertambah menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan avebrovaskuler primer. Sedangkan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan kompresi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak.
Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal. Peningkatan TIK dapat diakibatkan oleh beberapa faktor : bertambahnya masa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya masa, karena tumor akan mengambil ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas menimbulkan edema dalam jaringan otak. Mekanisme belum seluruhnya dipahami, namun diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intrakranial. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruang subaralinoid menimbulkan hidrochepalus.
Peningkatan TIK akan membahayakan jiwa, bila terjadi secara cepat akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari/berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak berguna apabila TIK timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intrakranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi inkus serebral. Herniasi timbul bila girus medialis lobus temporal bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh masa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mensensefalon menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf ketiga. Pada herniasi serebelum, tonsil sebelum bergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu masa posterior kompresi medulla oblongata dan henti nafas terjadi dengan cepat, intrakranial yang cepat adalah bradikardi progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi dan gangguan pernafasan).

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Rontgen tengkorak
Untuk diagnostik sekurang-kurangnya diambil dari 2 arah, ialah anteroposterior dan lateral.
2. Lumbal fungsi, arteriografi dan pneumoensefalografi
3. EEG
4. CT-scan
5. MRI
E. PATHWAY
































































F. PENATALAKSANAAN
Tumor otak yang tidak terobati menunjukkan ke arah kematian, salah satu akibat peningkatan TIK atau dari kerusakan otak yang disebabkan oleh tumor. Pasien dengan kemungkinan tumor otak harus dievaluasi dan diobati dengan segera bila memungkinkan sebelum kerusakan neurologis tidak dapat diubah. Tujuannya adalah mengangkat dan memusnahkan semua tumor atau banyak kemungkinan tanpa meningkatkan penurunan neurologik (paralisis, kebutaan) atau tercapainya gejala-gejala dengan mengangkat sebagian (dekompresi).
- Pendekatan pembedahan (craniotomy)
Dilakukan untuk mengobati pasien meningioma, astrositoma kistik pada serebelum, kista koloid pada ventrikel ke-3, tumor kongenital seperti demoid dan beberapa granuloma. Untuk pasien dengan glioma maligna, pengangkatan tumor secara menyeluruh dan pengobatan tidak mungkin, tetapi dapat melakukan tindakan yang mencakup pengurangan TIK, mengangkat jaringan nefrotik dan mengangkat bagian besar dari tumor yang secara teori meninggalkan sedikit sel yang tertinggal atau menjadi resisten terhadap radiasi atau kemoterapi.
- Pendekatan kemoterapy
Terapi radiasi merupakan dasar pada pengobatan beberapa tumor otak, juga menurunkan timbulnya kembali tumor yang tidak lengkap transplantasi sum-sum tulang autologi intravens digunakan pada beberapa pasien yang akan menerima kemoterapi atau terapi radiasi karena keadaan ini penting sekali untuk menolong pasien terhadap adanya keracunan sumsum tulang sebagai akibat dosis tinggi radiasi.
Kemoterapi digunakan pada jenis tumor otak tertentu saja. Hal ini bisa digunakan pada klien :
1. Segera setelah pembedahan/tumor reduction kombinasi dengan terapi radiasi
2. Setelah tumor recurance
3. Setelah lengkap tindakan radiasi
- Pendekatan stereotaktik
Stereotaktik merupakan elektroda dan kanula dimasukkan hingga titik tertentu di dalam otak dengan tujuan melakukan pengamatan fisiologis atau untuk menghancurkan jaringan pada penyakit seperti paralisis agitans, multiple sklerosis & epilepsy. Pemeriksaan untuk mengetahui lokasi tumor dengan sinar X, CT, sedangkan untuk menghasilkan dosis tinggi pada radiasi tumor sambil meminimalkan pengaruh pada jaringan otak di sekitarnya dilakukan pemeriksaan Radiosotop (III) dengan cara ditempelkan langsung ke dalam tumor.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi setelah pembedahan dapat disebabkan efek depresif anestesi narkotik dan imobilitas. Echymosis dan edema periorbital umumnya terjadi setelah pembedahan intracranial. Komplikasi khusus / spesifik pembedahan intrakranial tergantung pada area pembedahan dan prosedur yang diberikan, misalnya:
- Kehilangan memory
- Paralisis
- Peningkatan ICP
- Kehilangan / kerusakan verbal / berbicara
- Kehilangan / kerusakan sensasi khusus
- Mental confusion
Peningkatan TIK yang disebabkan edema cerebral / perdarahan adalah komplikasi mayor pembedahan intrakranial, memfestasi klinik :
- Perubahan visual dan verbal
- Perubahan kesadaran (level of conciousnes/LOC) berhubungan dengan sakit kepala
- Perubahan pupil
- Kelemahan otot / paralysis
- Perubahan pernafasan

H. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Data klien
b. Riwayat kesehatan
- Keluhan utama
- Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat penyakit sekarang
c. Pemeriksaan fisik
- Saraf : kejang, tingkah laku aneh, disorlektasi, afasia, penurunan/ kehilangan memory, efek tidak sesuai, berdesis
- Penglihatan : penurunan lapang pandang, penglihatan kabur, diplopia, halusinasi
- Pendengaran : tinitus, penurunan pendengaran, halusinasi
- Jantung : bradikardi, hipertensi
- Sistem pernafasan : irama nafas meningkat, dispnea, potensial, obstruksi jalan nafas
- Sistem hormonal : aminorhea, rambut rontok, DM
- Motorik : kelemahan sendi, hiper ekstensi, disfungsi neuro auskuler, ataxia

2. Diagnosa keperawatan dan intervensi
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan disfungsi neuromuscular (hilangnya kontrol terhadap otot pernafasan) ditandai dengan : perubahan kedalaman pernafasan, dispnea, obstruksi jalan nafas, aspirasi
Tindakan:
- Bersihkan jalan nafas
- Monitor TTV
- Pantau AGD
- Monitor penurunan AGD
- Kolaborasi pemberian O2
2) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoxia jaringan, serebral, ditandai dengan peningkatan TIK, nekrosis jaringan, pembengkakan jaringan otak, defresi SSP dan edema
Tindakan:
- Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang dapat menyebabkan penurunan perfusi dan potensial peningkatan TIK
- Catat status neurology secara teratur
- Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana
- Pantau TTV
- Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman penglihatan dan penglihatan kabur
- Pantau suhu lingkungan
- Pantau intake dan output turgor
- Batasi batuk, muntah
- Pertahankan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai
- Tinggikan kepala 15-450

3) Gangguan rasa nyaman : nyeri kepala berhubungan dengan peningkatan TIK ditandai dengan : nyeri kepala terutama pagi hari, klien merintih kesakitan, nyeri bertambah bila klien batuk, membungkuk, mengejan.
Tindakan:
- Pantau nyeri PQRST
- Beri kompres dimana area yang sakit
- Monitor TTV
- Beri posisi yang nyaman
4) Resiko tinggi cidera berhubungan dengan disfungsi otot sekunder terhadap depresi SSP, ditandai dengan : kejang, disorientasi, gangguan penglihatan, pendengaran
Tindakan:
- Identifikasi bahaya potensial pada lingkungan klien
- Pantau tingkat kesadaran
- Orientasikan klien pada tempat, orang, waktu, kejadian
- Observasi saat kejang, antikonvulsi
- Anjurkan klien untuk tidak beraktivitas

5) Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan patologi penyakit ditandai disorientasi, penurunan kesadaran, sulit konsentrasi.
Tindakan :
- Kaji rentang perhatian
- Pastikan keluarga untuk membandingkan kepribadian sebelum mengalami trauma dengan respon klien sekarang
- Pertahankan bantuan yang konsisten
- Jelaskan pentingnya pemeriksaan neurologis
- Instruksikan untuk melakukan relaksasi
- Hindari meninggalkan klien sendiri
6) Cemas berhubungan dengan kurang informasi tentang prosedur
Tindakan :
- Kaji status mental dan tingkat cemas
- Beri penjelasan hubungan antara proses penyakit dan gejala
- Jawab setiap pertanyaan dengan penuh perhatian
- Libatkan keluarga dalam perawata

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marylin E & Moorhouse, 2000. Rencana Askep : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC

Engram, Barbara, 1998. Rencana Asuhan KMB. Jakarta: EGC

Guyton, Arthur C & John E Hall, 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif, 1998. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Medika Gesapius

Smeltzer & Brenda. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC


Asuhan Keperawatan Batu Saluran Kemih

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN BATU SALURAN KEMIH


1. Pengertian
Adanya batu (kalkuli) pada saluran perkemihan dalam ginjal, ureter, atau kandung kemih yang membentuk kristal; kalsium, oksalat, fosfat, kalsium urat, asam urat dan magnesium.
Batu dapat menyebabkan obstruksi, infeksi atau oedema pada saluran perkemihan, kira-kira 75% dari semua batu yang terbentuk terdiri atas; kalsium
Faktor resiko batu ginjal meliputi;stasis perkemihan,infeksi saluran perkemihan, hiperparatiroidismempenyakit infeksi usus, gout, intake kalsium dan vit D berlebih, immobilitas lama dan dehidrasi.
2. Faktor –faktor yang mempengaruhgi pembentukan batu;
a. Faktor intrinsik
Hereditair (keturunan), umur 30-50 tahun, Jenis kelamin laki-laki > perempuan
b. Faktor ekstrinsik
Geografik, Iklim dan temperatur, Asupan air , Diet (banyak purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu.
Penjelasan lain;
a. Infeksi
Infeksi saluran kencing dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi inti pembentukan batu saluran kencing . Infeksi bakteri akan memecah ureum dan membentuk amonium yang akan mengubah pH urine menjadi alkali.
b. Stasis dan Obstruksi urine
Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah pembentukan batu saluran kencing.
c. Jenis kelamin
Pria lebih banyak daripada wanita
d. Ras
Pada daerah tertentu angka kejadian batu saluran kemih lebih tinggi daripada daerah lain, Daerah bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
e.Keturunan
di duga diturunkan dari orang tuanya..
f. Air minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi kemungkinan terbentuknya batu ,sedangkan kurang minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urine meningkat
g. Pekerjaan
Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan terbentuknya batu daripada pekerja yang lebih banyak duduk.
h.Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringat sedangkan asupan air kurang dan tingginya kadar mineral dalam air minum meningkatkan insiden batu saluran kemih
i. Makanan
Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani angka morbiditas BSk berkurang .Penduduk yang vegetarian yang kurang makan putih telur lebih sering menderita BSK ( buli-buli dan Urethra )

4. Patogenesis
Sebagian besar batu saluran kencing adalah idiopatik,bersifat simptomatik ataupun asimptomatik.
5. Teori terbentuknya batu
a. Teori Intimatriks
Terbentuknya BSK. memerlukan adanya substansi organik sebagai inti .Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan mukoproptein A yang mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.
b. Teori Supersaturasi
Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti; sistin,santin,asam urat,kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
c. Teori Presipitasi-Kristaliasi
Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substasi dalam urine .Urine yang bersifat asam akan mengendap sistin,santin,asam dan garam urat,urine alkali akan mengendap garam-garam fosfat..
d. Teori Berkurangnya faktor penghambat
Berkurangnya faktor penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfatpolifosfat, sitrat magnesium.asam mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya BSK.
6. Pemeriksaan Diagnostik.
a. Urinalisa; warna mungkin kuning ,coklat gelap,berdarah,secara umum menunjukan SDM, SDP, kristal ( sistin,asam urat,kalsium oksalat), ph asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat) alkali ( meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat), urine 24 jam :kreatinin, asam urat kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat), kultur urine menunjukan ISK, BUN/kreatinin serum dan urine; abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
b. Darah lengkap: Hb,Ht,abnormal bila psien dehidrasi berat atau polisitemia.
c. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal ( PTH. Merangsang reabsobsi kalsiumm dari tulang, meningkatkan sirkulasi s\erum dan kalsium urine.
d. Foto Rntgen; menunjukan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada area ginjal dan sepanjang urewter.
e. IVP.: memberukan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri,abdominal atau panggul.Menunjukan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter).
f. Sistoureterokopi;visualiasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukan batu atau efek obstruksi.
g. USG ginjal: untuk menentukan perubahan obstruksi,dan lokasi batu. :
7. Penatalaksanaan;
a. Menghilangkan obstruksi
b. Mengobati infeksi
c. Menghilangkan rasa nyeri.
d. Mencegah terjadinya gagal ginjal dan mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi
8. Komplikasi:
a.Infeksi
b.Obstruksi
c.Hidronephrosis.
9. Asuhan Keperawatan
A.Pengkajian Data Dasar Pada Pasien Dengan Batu Saluran Kencing
1) Aktivitas/istrirahat
Kaji tentang pekerjaan yang monoton,lingkungan pekerjaan apakah pasien terpapar suhu tinnggi,keterbatasan aktivitas ,misalnya karena penyakit yang kronis atau adanya cedera pada medulla Spinalis.
2) Sirkulasi
Kaji terjadinya peningkatan tekanan Darah/Nadi, yang disebabkan ;nyeri,ansietas atau gagal ginjal.Daerah ferifer apakah teraba hangat(kulit) merah atau pucat.
3) Eliminasi
Kaji adanya riwayat ISK kronis.obstruksi sebelumnya(kalkulus)
Penurunan haluaran urinr, kandung kemih penuh, rasa terbekar saat BAK. Keinginan /dorongan ingin berkemih terus, oliguria, haematuria, piuri atau perubahan pola berkemih.
4) Makanan / cairan;
Kaji adanya mual, muntah, nyeri tekan abdomen, diit tinggi purin, kalsium oksalat atau fosfat, atau ketidak cukupan pemasukan cairan tidak cukup minum, terjadi distensi abdominal, penurunan bising usus.
5) Nyeri/kenyamanan
Kaji episode akut nyeri berat, nyeri kolik.lokasi tergantung pada lokasi batu misalnya pada panggul di regio sudut kostovertebral dapat menyebar ke punggung, abdomen, dan turun ke lipat paha’genetalia, nyeri dangkal konstan menunjukan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal. Nyeri yang khas adalah nyeri akut tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain, nyeri tekan pada area ginjal pada palpasi .
6) Keamanan
Kaji terhadap penggunaan alkohol perlindungan saat demam atau menggigil.
7) Riwayat Penyakit :
Kaji adanya riwayat batu saluran kemih pada keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis, riwayat penyakit, usus halus, bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme, penggunaan antibiotika, anti hipertensi, natrium bikarbonat, alupurinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin D.
8) Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul adalah ;
1) Nyeri akut b/d peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi uroteral,trauma jaringan, pembentukan oedema, iskemia seluler.
2) Perubahan eliminasi urine b/d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal atau ureteral, inflamsi atau obstruksi mekanik.
3) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d mual muntal, diuresis paska obstruksi.
4) Kurang pengetahuan tentang diet, kebutuhan pengobatan b/d tidak mengenal sumber informasi.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NO. Diagnosa Keperawatan
Tujuan-Kriteria yang diharapkan Intervensi Rasionala
1. Nyeri akut b/d peningkatan frekuensi /dorongan kontraksi ureteral,trauma jaringan,pembentukan edema, iskemia seluler. Nyeri hilang dengan spasme terkontrol.

Kriteria ;
- Pasien tampak rileks.
- Pasien mampu tidur/istirahat dengan tenang
- Tidak gelisah, tidak merintih Catat lokasi,lamanya intensitas,penyebaran,perhatikan tanda-tanda non verbal,misalnya merintih,mengaduh dan gelisahansietas.
Jelaskan penyebab nyeri dan perubahan karakteristik nyeri.



Berikan tindakan nyaman,misalnya pijatan punggung,ciptakan lingkungan yang tenang.
Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus
Bantu dengan ambulasi sering s/d indikasi tingkatkan pemasukan cairan sedikitnya 3-4 lt/hariatau s/d indikasi.
Perhatikan keluhan peningkatan/menetapnya nyeri abdomen.
Berikan kompres hangat pada punggung
.
KOLABORASI:
Berikan obat sesuai dengan indikasi
- Narkotik
-
- Antispasmodik


- Kortikosteroid


Pertahankan patensi kateter bila digunakan. Evaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan kalkulus




Membantu dalam meningkatkan kemampuan koping pasien serta menurunkan ansietas

Meningkatkan relaksasi,menurunkan tegangan otot,



Mengarahkan kembali perhatiandan membantu dalam relaksasi otot.
Meningkatkan lewatnya batu,mencegah stasis urine,mencegah pembentukan batu selanjutnya.


Obstruksi lengkap ureter dpt.menyebabkan ferforasi,dan ekstravasasi urine ke dalam area perirenal.




Dipakai selama episode akut, untuk menurunkan kolik ureter dan relaksasi otot.
.Menurunkan refleks spasme shg. Mengurangi nyeri dan kolik.
Menurunkan edema jaringan ,shg. Membantu gerakan batu.
Mencegah stasis urine,menurunkan resiko peningkatan tekanan ginjal dan infeksi.
.
2. Perubahan eliminasi urine b/d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal, atau ureter, obstruksi mekanik atau inflamsi. Perubahan eliminasi urine tidak terjadi

Kriteria :
- Haematuria tidak ada.
- Piuria tidak terjadi
- Rasa terbakar tidak ada.
- Dorongan ingin berkemih terus berkurang. Awasi pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine

Tentukan pola berkemih normal.



Dorong meningkatkan pemasukan cairan

Catat adanya pengeluaran dalam urinek/p kirim ke lab untuk dianalisa.
Observasi keluhan kandung kemih,palpasi dan perhatikan output,dan edema.
Obserevasi perubahan status mental.,prilaku atau tingkat kesadaran.

Kolaborasi ;
Monitoring pem.Lab,BUN.kreatinin

Ambil urine untuk kultur dan sensitivitas
Berikan obat sesuai dgn program;
- diamox, alupurinol

- Esidrix, Higroton

- Amonium Klorida,Kalium,,atau Natrium,fosfat,.

- Agen antigon, (Ziloprim)


- Antibiotik

- Nabic

- Asam Askorbat

- Pertahankan patensi kateter.

Irigasi dgn. Asam atau larutan alkalin. Evaluasi fungsi ginjal dgn.memerhatikan tanda-tanda komplikasimisalnya infeksi,atau perdarahan.
Kalkulus dpt.menyebabkan eksitabiliats saraf,yg.menyebabkan kebutuhan sensasi berkemih .segera.
Membilas bakteri,darah.dan debris,membantu lewatnya batu.
Identifikasi tipe batudan alternatif terapi

Retensi urine,menyebabkan distensi jaringan.,potensial resiko infeksi dan GGK.
Ketidakseimbangan elektrolit dpt.menjadi toksik pada SSP.


Peninggian BUN,indikasi disfungsi ginjal.



Evaluasi adanya ISK.atau penyebab komplikasi.



Meningkatkan pH.urine menurunkan pembentukan batu asam.
Mencegah stasis urine

Menurunkan pembentukan batu fosfat



Menurunkan produksi asam urat


Adanya ISK potensuial pembentukan batu.
Mencegah pembentukan beberapa kalkuli.
Mencegah berulangnya pembentukan batu alkalin.
Mencegah retensi,dan komplikasi.
Mengubah pH.urine mencegah pembentukan batu.
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d mual, muntah, diuresis pasca obstruksi. Keseimbangan cairan adekuat

Kriteria :
- Intake dan output seimbang
- Tanda vital stabil (TD 120/80 mmHg. Nadi 60-100, RR16-20, suhu 36.5°-37°C)
- -Membran mukosa lembab
- Turgor kulit baik. Catat insiden muntah,ÿÿÿÿÿÿ, ÿÿrhatikan karakteristik, dan frekÿÿnsi.
Tingkatkan pemasukan cairan
3-4 lt / hari dalam toleransi jantung.

Awasi tanda vital, evaluasi nadi, turgor kulit dan membran mukosa.

Timbang berat badan tiap hari
Kolaborasi:
Awasi Hb,Ht,elektrolit,
Berikan cairan IV

Berikan diet tepat,cairan jernih,makanan lembut s/d toleransi

Berikan obat s/d indikasi antiemetik,(misal compazin )
Mengesampingkan kejadian abdominal lain.



Mempertahankan keseimbangan cairan dan homeostasis.


Penurunan LFG.merangasang produksi renin, yg. Bekerja meningktakan TD.
Peningkatan BB.yang cepat,waspada retensi
Mengkaji hidrasi, kebutuhan intervensdi.

Mempertahankan volume sirkulasi
Mempertahnakan keseimbangan nutruisi.



Menurunkan mual muntah
4. Kurang pengetahuan tentang diet, dan kebutuhan pengobatan Pasien dapat memahami tentang diet,dan program pengobatan

Kriteria :
- Berpartisipasi dalam program pengobatan
- Menjalankan diet Kaji ulang proswes penyakit dan harapan masa datang

Kaji ulang program diet, sesuai dengan indikasi


Diskusikan tentang:
Pemberian diet rtendah purin,(membatasi daging berlemak,kalkun,tumbuhan polong,gandum,alkohol)
Pemberian diet rendah Ca.(membatasi susu,keju,sayur hijau,yogurt.)
Pemberian diet rendah oksalat membatasi konsumsi coklat,minuman kafein,bit,bayam.
Diskusikan program obat-obatan ,hindfari obat yang dijual bebas dan baca labelnya.
Tunjukan perawatan yang tepat thd.insisi/kateter bila ada. Memberikan pengetahuan dasar,membuat pilihan berdasarkan informasi
Pemahaman diet,memberikan kesempatan untuk memilih sesuai dgn. Informasi,mencegah kekambuhan.
Menurunkan pemasukan oral thd.prekursor asam urat





Menurunkan resikopembentukan batu kalsium.


Menurunkan pembentukan batu oksalat.


Obat yang diberikan untuk mengasamkan urin,atau mengalkalikan,menghindari produk kontraindikasi.

DAFTAR PUSTAKA


Carpenito, Linda Juall (1995) Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan
( terjemahan) PT EGC, Jakarta.

Doenges,et al, (2000). Rencana Asyuhan Keperawatan ( terjemahan),
PT EGC, Jakarta

Soeparman, ( 1990), Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

 
Design by www.kumpulanaskep.com